ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Sikap ngotot yang ditunjukan oleh
Mentri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang hingga saat ini yang belum juga mengusulkan
pemberhentian sementara Terhadapap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama
alias Ahok yang pada kenyataanya telah berstatus terdakwa dalam kasus penodaan
agama, yang terus disorot oleh publik.
Pemerintah pun diminta segera untuk memberikan kepastian terkait
alasan kenapa tidak menonaktifkan Ahok.
Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai menyatakan bahwa persoalan itu
akan berpotensi menjadi polemik. Bahkan, sudah ada beberapa laporan dari
masyarakat yang masuk ke lembaganya terkait hal itu. Mayoritas dari pelapor
meminta agar pemerintah bisa tegas mengenai alasan kenapa tidak menonaktifkan
Ahok.
”Laporan masyarakat sudah masuk satu-dua laporan. Masuk sehari
sebelum pilkada,” ujarnya di Jakarta, kemarin (16/2).
Baca Juga : Pantas Saja Di Markas FPI Paslon Ahok-Djarot Menang, Begini Penjelasan FPI
Sebagaimana kita ketahui, ketentuan pemberhentian kepala daerah
sudah diatur dalam UU Pemda pasal 83 ayat (1).
Kemudian Selain karena didakwa melakukan tindak pidana dengan
ancaman penjara paling singkat 5 tahun, di regulasi tersebut juga menyebut
beberapa kategori kepala daerah yang bisa diberhentikan tanpa melalui usulan
DPRD.
Diantaranya adalah lantaran kepala daerah terseret kasus korupsi,
terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau perbuatan
lain yang dapat memecah belah NKRI.
”Kalau kita mau berdebat soal (ancaman penjara) 5 tahun ya nggak
selesai-selesai. Tapi kenapa (pemerintah) nggak melihat kualifikasi pidananya
selain terorisme, kan ini berpotensi memecah belah NKRI,” jelasnya.
Nah sekarang, ketentuan
multitafsir itulah yang sedang menjadi salah satu penyebab polemik di kalangan
masyarakat saat ini.
Kondisi tersebut mesti disikapi pemerintah dengan memberikan
kepastian tegas soal alasan mengapa tidak menonaktifkan Ahok.
”Sekali lagi ini suatu perdebatan yang pasti kami yakin Mendagri
akan melihat dan memperhatikan masukan-masukan aspek-aspek lain, tidak hanya
yuridis.”
Karena Ketegasan pemerintah juga bisa menenangkan warga Jakarta
yang terdampak secara tidak langsung atas produk hukum yang dikeluarkan oleh
Ahok selama menjabat sebagai gubernur DKI yang sekaligus berstatus terdakwa.
Produk hukum itu, misalnya, yang berkaitan dengan peraturan daerah
(perda), anggaran atau kebijakan politik yang menyangkut pelayanan publik.
”Kami dudukkan dengan laporan lain. Tentu kami klarifikasi, apakah
ada maladministrasi di dalamnya,” terang Amzulian.
Ombudsman mendesak agar kepastian itu bisa secepatnya diumumkan ke
masyarakat. ”Kami juga berharap itu (potensi persoalan hukum) diantisipasi,
jangan sampai mengganggu akibat hukum kalau seseorang berstatus terdakwa,”
bebernya.
Tjahjo Kumolo yang juga merupakan mantan Sekjen DPP PDIP itu
menyatakan, pihaknya masih berpegang pada UU Pemda dan dakwaan Ahok dalam
sidang penistaan agama. Tjahjo yang kemarin dipanggil Ombudsman menegaskan,
pemerintah sampai saat ini belum memutuskan memberhentikan Ahok atau tidak.
”Saya juga pernah memutuskan
gubernur yang terdakwa tapi dituntut 4 tahun tidak diberhentikan. Saya harus
adil. Itu di Gorontalo,” jelasnya.
Sebagai catatan, kembalinya Ahok menjabat sebagai gubernur seiring
dengan habisnya masa jabatan pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta yang
diduduki Sumarsono, dirjen Otonomi Daerah (Otoda) Kemendagri.
Ahok otomatis kembali menjadi gubernur lantaran masa jabatannya
sebagai orang nomor satu di Jakarta belum habis.
Terkait pemberhentian kepala daerah yang mestinya bisa mengacu
kualifikasi memecah belah NKRI, politikus PDIP ini menjawab diplomatis.
Menurutnya, pihaknya tidak memiliki kewenangan menafsirkan
kategori itu. ”Itu kewenangan pengadilan. Itu (memecah belah NKRI) dalam
konteks apa, potensi apa ?,” tanyanya.
Tjahjo mengungkapkan, dari aspek yuridis semua keputusan
pemberhentian kepala daerah tetap harus berpegang pada proses pengadilan.
Pihaknya pun menunggu tuntutan final yang diberikan pengadilan
kepada Ahok. Selain itu, pemerintah juga menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA).
”Kalau kami keluarkan diskresi tanpa ada dasar hukum, kami bisa
digugat balik,” ungkapnya.
Dia mencontohkan keputusan
memberhentikan dengan tidak hormat salah seorang bupati yang tertangkap tangan
kasus narkoba. Diskresi pemberhentian kepala daerah itu digugat sampai
sekarang.
”Saya terus digugat di tingkat banding kasasi. Saya kalah terus di
pengadilan,” paparnya tanpa mau menyebutkan siapa bupati yang menggugatnya itu.
Sumber : jpnn
0 Response to "Jadi, Kasus Siapa Yang Berpotensi Memecah Belah NKRI ??? Begini Pernyataan Ombudsman"
Posting Komentar